OPINI - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati Mesuji-Lampung 2024 tengah berlangsung panas dengan persaingan ketat antar calon. Namun, satu hal yang menjadi sorotan dalam proses ini adalah penegakan aturan kampanye, khususnya terkait alat peraga kampanye (APK). Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2017 yang telah direvisi beberapa kali, salah satunya dengan PKPU Nomor 11 Tahun 2020, aturan mengenai jenis, ukuran, dan pemasangan alat peraga sudah diatur secara jelas. Meskipun demikian, pelanggaran terhadap aturan tersebut masih banyak ditemukan di lapangan.
Regulasi yang Tidak Dipatuhi?
Baca juga:
Dr.Hidayatullah, Alumni ke-39 PDIE Unila
|
PKPU mengatur secara detail jenis-jenis APK, seperti baliho, spanduk, dan umbul-umbul, dengan ukuran yang sudah ditentukan. Misalnya, baliho seharusnya berukuran maksimal 4 x 7 meter, spanduk 1, 5 x 7 meter, dan umbul-umbul 5 x 1 meter. Selain itu, Pasal 29 PKPU juga dengan tegas melarang pemasangan APK di tempat-tempat yang mengganggu kepentingan umum seperti jalan raya dan jembatan, serta membatasi jumlah alat peraga per desa atau kelurahan.
Namun, kenyataan di lapangan kerap kali berbeda. APK yang dipasang di lokasi-lokasi terlarang, berukuran melebihi ketentuan, dan jumlahnya yang berlebih menjadi pemandangan umum selama masa kampanye. Pertanyaannya, apakah ini disebabkan oleh ketidakpatuhan para kandidat, lemahnya pengawasan, atau justru keduanya?
Pasal 30: Etika dan Tata Ruang Dilanggar?
Salah satu aturan penting dalam Pasal 30 PKPU adalah larangan memasang APK di fasilitas umum, tempat ibadah, dan sekolah. Aturan ini jelas bertujuan untuk menjaga etika dan netralitas tempat-tempat yang seharusnya bebas dari nuansa politik. Namun, sejumlah laporan masyarakat mengindikasikan pelanggaran yang terus berulang, baik dari pasangan calon maupun tim suksesnya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait apakah penegakan aturan ini berjalan efektif. Pemasangan APK di area yang melanggar tata ruang atau bahkan merusak lingkungan sekitar bisa berdampak buruk pada citra kandidat itu sendiri. Kampanye seharusnya menjadi ruang untuk menunjukkan kredibilitas, bukan justru memperlihatkan ketidakpatuhan terhadap aturan.
Peran Bawaslu dan KPU dalam Menjaga Netralitas Pilkada
Dalam situasi seperti ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memegang peran penting untuk memastikan semua peserta Pilkada mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Tindakan tegas terhadap pelanggaran, baik melalui teguran, pencabutan APK yang melanggar, hingga pemberian sanksi, adalah langkah yang diperlukan agar regulasi tidak hanya menjadi formalitas di atas kertas.
Namun, seringkali publik merasa bahwa tindakan dari pihak berwenang tidak cukup kuat untuk memberikan efek jera. Pengawasan yang lemah dan penegakan aturan yang terkesan setengah hati akan menurunkan kualitas demokrasi itu sendiri. Jika aturan kampanye tidak ditegakkan dengan benar, maka integritas Pilkada pun bisa dipertanyakan.
Baca juga:
Mengenang Sejarah, Siapa Lukito Sanjoyo
|
Menanti Pilkada yang Bersih dan Tertib
Pilkada bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga momentum untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum dan demokrasi yang sehat. Para calon yang ingin memimpin Mesuji di masa depan harusnya memberikan contoh yang baik dalam hal kepatuhan terhadap regulasi.
Publik, sebagai pemilih, juga harus lebih kritis dalam melihat siapa yang benar-benar mengikuti aturan dan siapa yang justru mencoba mengambil jalan pintas dengan mengabaikan ketentuan yang ada. Pada akhirnya, penegakan aturan kampanye adalah bagian penting dari memastikan Pilkada Mesuji berjalan dengan tertib, adil, dan bebas dari praktik-praktik yang merusak.
Jika aturan PKPU tentang kampanye dapat ditegakkan dengan baik, maka Pilkada Mesuji akan menjadi cermin dari demokrasi yang matang dan tertib.
Mesuji, 19 Oktober 2024
Udin Komarudin
Penggiat Pemilu/Jurnalis Nasional Indonesia